Uang Donasi Banjir Bali Kok Malah Buat Guru? Ini Cerita Sebenarnya

Table of Contents
Uang Donasi Banjir Bali Kok Malah Buat Guru? Ini Cerita Sebenarnya


Instruksi donasi untuk korban banjir di Bali yang beredar di kalangan guru memicu tanya. Benarkah uang yang seharusnya untuk membantu korban justru "diarahkan" untuk para guru sendiri? Kabar yang beredar menyebutkan adanya imbauan donasi bagi seluruh guru di Bali, termasuk ASN, non-ASN, hingga staf sekolah tingkat provinsi. Lebih jauh, nominal sumbangan ini bahkan disebut-sebut sudah ditentukan, mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 1,25 juta. Lalu, bagaimana duduk perkara sebenarnya?

Instruksi Donasi: Dari Mana Asalnya?

Yang menarik, instruksi donasi ini tidak muncul dalam bentuk surat resmi. Sumber informasi menyebutkan imbauan itu disampaikan secara lisan dalam forum-forum di lingkungan Dinas Pendidikan. Hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan guru mengenai dasar dan keabsahan instruksi tersebut. Tak ayal, diskusi hangat pun terjadi. Sebagian guru merasa terbebani dengan nominal yang sudah ditetapkan, sementara yang lain memaknainya sebagai wujud solidaritas.

Konfirmasi dari Kepala Sekolah

Kepala Sekolah SMAN 4 Denpasar, I Made Sudana, membenarkan adanya instruksi tersebut. Ia menjelaskan bahwa imbauan itu merupakan hasil rapat bersama Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) di Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Bali. "Betul, itu hasil rapat di dinas kemarin. Rapat dihadiri oleh Ketua MKKS," ungkap Sudana pada Kamis, 18 September 2025. Pernyataan ini mengkonfirmasi keberadaan instruksi yang sebelumnya beredar. Namun, detail mekanisme pengumpulan dan penyaluran donasi masih belum jelas.

Penjelasan Gubernur Bali, Wayan Koster

Menanggapi polemik yang berkembang, Gubernur Bali, Wayan Koster, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa donasi tersebut merupakan wujud gotong royong yang sifatnya sukarela.

Donasi: Bentuk Solidaritas, Bukan Kewajiban

Koster menjelaskan bahwa inisiatif ini muncul sebagai kepedulian terhadap para korban banjir. Ia mencontohkan instansi lain yang juga memberikan donasi dengan nominal yang berbeda-beda. "Itu inisiatif, kegotongroyongan, ada masalah bencana dan bencana ini mungkin akan terjadi karena ini musim hujannya kan bulan November lagi sampai Februari dan itu sukarela," ujar Koster saat ditemui di Denpasar.

Logika di Balik Nominal Donasi

Gubernur Koster juga menjelaskan alasan di balik penentuan nominal donasi berdasarkan golongan pegawai. Menurutnya, hal ini wajar mengingat perbedaan pendapatan masing-masing pegawai. Ia kembali menekankan bahwa tidak ada kewajiban untuk menyetor sesuai angka yang disebutkan. "Wajar dong, karena ada yang hasilnya banyak, kepala dinas, kayak saya Rp 50 juta kasih, kan ada kerelaan aja. Kalau nggak segitu juga tidak apa-apa. Nggak juga nggak masalah," jelasnya. Ia menambahkan bahwa hal ini murni bentuk kepedulian dan solidaritas, tanpa perlu surat keputusan (SK) yang rumit.

Mengapa Bukan Dana PWA?

Koster juga menjelaskan mengapa pemerintah daerah tidak menggunakan dana penanggulangan bencana dari Pungutan Wisatawan Asing (PWA) untuk membantu korban banjir. Menurutnya, dana PWA sudah memiliki peruntukan khusus, yaitu untuk pelestarian budaya dan lingkungan. "Peruntukannya untuk budaya dan lingkungan. Sudah ada peruntukannya sendiri untuk desa adat," tegasnya.

Rincian Nominal Donasi yang Beredar

Berikut rincian nominal donasi yang santer diperbincangkan di kalangan guru:

* Kepala Sekolah: Rp 1.250.000 * Guru Ahli Utama: Rp 1.250.000 * Jafung Muda: Rp 1.100.000 * Guru Ahli Madya: Rp 1.000.000 * Guru Ahli Muda: Rp 500.000 * Guru Ahli Pertama: Rp 300.000 * Staf Golongan I: Rp 100.000 * Staf Golongan II: Rp 200.000 * Staf Golongan III: Rp 300.000 * PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja): Rp 150.000

Sekda Bali: Donasi Tidak Wajib!

Sekretaris Daerah (Sekda) Bali, Dewa Made Indra, turut memberikan klarifikasi. Ia membantah adanya kewajiban bagi seluruh pegawai Pemprov Bali, termasuk guru, untuk memberikan donasi.

Dana Terkumpul dan Pemanfaatannya

Indra menjelaskan bahwa angka yang tertera hanyalah acuan, bukan "harga mati" yang wajib diikuti. "Pegawai dipersilakan untuk bergotong royong lebih dengan acuan, sesuai acuan, lebih rendah dari acuan atau bahkan tidak ikut bergotong royong karena bersifat sukarela," ujarnya. Ia juga mengungkapkan bahwa dana donasi dari pegawai ASN dan non-ASN Pemprov Bali yang telah terkumpul mencapai Rp 2,5 miliar. Sebagian dana tersebut, sekitar Rp 390 juta, telah disalurkan kepada korban banjir, dan sisanya disiapkan untuk antisipasi bencana selama musim hujan di Bali. Lebih lanjut, Indra menjelaskan bahwa dana gotong royong ini mempercepat penyaluran bantuan karena tidak perlu melalui mekanisme panjang seperti APBD. "Karena BMKG memperkirakan puncak musim hujan akan terjadi pada bulan November 2025 hingga Februari 2026," pungkasnya.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.