Ups! Menkeu Bikin Geger Mahasiswa Soal Ini, Lalu Minta Maaf?

Table of Contents
Ups! Menkeu Bikin Geger Mahasiswa Soal Ini, Lalu Minta Maaf?


Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, yang baru saja dilantik, langsung menjadi perbincangan hangat. Gara-garanya, komentarnya terhadap aspirasi yang dikenal dengan 17+8 Tuntutan Rakyat menuai kritik, bahkan sampai membuatnya meminta maaf. Apa sebenarnya yang terjadi?

Pernyataan Kontroversial Menkeu Purbaya: Awal Mula Polemik

Purbaya Yudhi Sadewa resmi menduduki kursi Menteri Keuangan pada Senin, 8 September 2025. Ia menggantikan pejabat sebelumnya dan langsung dihadapkan pada isu sensitif: 17+8 Tuntutan Rakyat. Tanggapannya saat itu, yang menyebut tuntutan tersebut hanya "suara sebagian kecil masyarakat," langsung memicu reaksi keras. Pernyataan ini disampaikan di lingkungan Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, pada hari pelantikannya.

"Itu suara sebagian kecil rakyat kita, kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu hidupnya, masih kurang ya," ujar Purbaya, seperti dikutip berbagai sumber. Nada santai dalam kalimat ini justru menjadi bumerang.

Gelombang Kritik dari Mahasiswa UI

Tak lama berselang, pernyataan Menkeu Purbaya memicu gelombang kritik, terutama dari kalangan mahasiswa. Ikatan Keluarga Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) menjadi salah satu yang paling lantang menyuarakan kekecewaan. Pada Selasa, 9 September 2025, mereka menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, mendesak pemenuhan 17+8 Tuntutan Rakyat.

Diallo Hujanbiru, juru bicara Ikatan Keluarga Mahasiswa UI, mengungkapkan kekecewaannya terhadap respons Menkeu yang baru menjabat. "Sangat disayangkan ya, Presiden Prabowo punya kesempatan untuk mengganti menteri yang sudah diinginkan, dengan orang yang seharusnya bisa merepresentasikan kondisi masyarakat di Kemenkeu. Tapi, baru satu hari dia menjabat sebagai menteri, dia sudah langsung menyatakan pernyataan yang luar biasanya mengecewakan," kata Diallo di sela-sela aksi. Menurutnya, pernyataan Purbaya menunjukkan kurangnya pemahaman mendalam terhadap masalah yang dihadapi masyarakat.

Reaksi dan Permintaan Maaf Menkeu Purbaya

"Arogan" dan "Meremehkan": Kata Mahasiswa Soal Pernyataan Menkeu

Mahasiswa UI menganggap pernyataan Menkeu Purbaya terkesan arogan dan meremehkan aspirasi yang selama ini diperjuangkan. Diallo Hujanbiru menyoroti bahwa kata-kata Menkeu seolah mengecilkan penindasan dan kesulitan yang dialami warga.

"Luar biasanya menyakitkan bagi masyarakat karena dia mengecilkan suara masyarakat. Dia mengecilkan penindasan yang dialami oleh masyarakat, dia mengecilkan setiap tuntutan, yang mana tuntutan ini bukan lahir karena ingin menuntut, karena mereka bobrok, karena mereka membunuh saudara mereka, karena mereka tidak memberi kami hak yang cukup. Mending ganti saja. Mundur saja," tegas Diallo, mencerminkan kekecewaan mendalam di kalangan mahasiswa.

Menkeu Minta Maaf dan Ralat Pernyataan

Menanggapi gelombang kritik, Menkeu Purbaya akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Ia juga merevisi pernyataannya terkait 17+8 Tuntutan Rakyat. Permintaan maaf ini disampaikan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 9 September, sehari setelah pernyataan kontroversialnya.

"Bukan sebagian kecil. Maksudnya begini, ketika ekonomi agak tertekan, kebanyakan masyarakat yang merasa susah, bukan sebagian kecil ya. Mungkin sebagian besar kalau sudah sampai turun ke jalan," jelas Purbaya, berusaha mengklarifikasi maksud pernyataannya. Ia juga mengaku terkejut dengan reaksi publik yang begitu besar, terutama di media sosial. "Kaget juga, tapi kan ini proses edukasi ke publik. Ya nggak apa-apa. Saya juga sama. Kalau saya salah, saya perbaiki, tapi yang jelas maksud saya seperti itu. Bukan bilang, 'oh biar aja rakyat' atau 'itu yang susah aja.' Nggak begitu," tegasnya.

Langkah Selanjutnya: Respons Menkeu Terhadap Tuntutan Rakyat

Fokus pada Pertumbuhan Ekonomi dan Lapangan Kerja

Setelah meminta maaf dan merevisi pernyataannya, Menkeu Purbaya menyatakan komitmennya untuk menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat secara serius. Ia menekankan bahwa pemerintah akan berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan yang mendasari tuntutan tersebut. Selain itu, pemerintah berencana membuka lapangan kerja baru guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Apakah Pertumbuhan Ekonomi Cukup?

Menurut Purbaya, kunci meredakan tuntutan adalah memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia. Ia meyakini, pertumbuhan ekonomi yang signifikan akan secara otomatis mengurangi aksi demonstrasi. "Jika saya ciptakan pertumbuhan ekonomi 6 persen, 7 persen, itu akan hilang dengan otomatis. Mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak dibandingkan mendemo," katanya.

Namun, efektivitas strategi ini masih menjadi pertanyaan. Sebagian pihak berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup untuk menyelesaikan semua permasalahan yang mendasari 17+8 Tuntutan Rakyat. Masalah seperti ketidakadilan sosial, korupsi, dan kerusakan lingkungan juga perlu ditangani secara serius.

Ke depan, publik akan terus mengawasi bagaimana Menkeu Purbaya dan pemerintah merespons 17+8 Tuntutan Rakyat. Akankah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi berhasil meredakan ketegangan sosial, ataukah diperlukan langkah-langkah konkret lain untuk mengatasi permasalahan yang mendasarinya? Waktu yang akan menjawab.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.