Waspada! Hujan Deras Lebih Cepat, Banjir dan Longsor Mengintai Kita

Siaga Bencana! Musim Hujan Diprediksi Datang Lebih Awal
Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim hujan tahun 2025/2026 akan datang lebih cepat dari biasanya. Kondisi ini meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Musim Hujan Maju, Apa Saja Faktor Penyebabnya?
BMKG memprediksi beberapa wilayah di Indonesia akan mulai memasuki musim hujan pada Agustus 2025. Pergeseran pola musim ini menuntut kesiapsiagaan ekstra dari masyarakat dan pemerintah daerah.
Dr Ir Hatma Suryatmojo, S Hut, MSi, IPU, pakar hidrologi dari UGM, menekankan pentingnya mitigasi bencana. Ia menyebutkan beberapa faktor yang memicu datangnya musim hujan lebih awal, antara lain:
* Fase netral El Niño-Southern Oscillation (ENSO) pada Agustus 2025. * Indian Ocean Dipole (IOD) negatif yang meningkatkan suplai uap air ke wilayah Indonesia bagian barat. * Suhu muka laut yang lebih hangat sekitar 0,42°C di atas rata-rata, mempercepat pembentukan awan hujan. * Perubahan iklim global yang semakin memperkuat intensitas hujan dan membuat pola musim sulit diprediksi.
Data BMKG menunjukkan sekitar 42% wilayah Indonesia akan mengalami awal musim hujan yang lebih maju dari biasanya.
Mitigasi Bencana: Langkah Struktural dan Non-Struktural
Dr Hatma Suryatmojo menyarankan langkah-langkah mitigasi yang komprehensif, meliputi:
Mitigasi Struktural:
* Percepatan pembangunan infrastruktur pengendali banjir seperti kolam retensi. * Normalisasi sungai untuk meningkatkan kapasitas aliran air. * Perbaikan drainase perkotaan untuk mencegah genangan air. * Pembangunan terasering dan dinding penahan tanah di daerah rawan longsor. * Reboisasi di hulu daerah aliran sungai (DAS).
Mitigasi Non-Struktural:
* Penyusunan dan sosialisasi peta rawan bencana. * Pelatihan dan simulasi bencana untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. * Penguatan regulasi tata ruang. * Pengembangan sistem peringatan dini yang efektif.
Peran Teknologi dan Kolaborasi Lintas Sektor
Pemanfaatan teknologi dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam mitigasi bencana. Penggunaan kecerdasan buatan (AI) oleh BMKG untuk meningkatkan akurasi prakiraan musim hingga tingkat kabupaten merupakan langkah maju. Peta kerentanan berbasis Geographic Information System (GIS) juga efektif membantu pemerintah daerah mengenali titik rawan bencana.
"Dengan kolaborasi yang kuat dan kesadaran masyarakat yang tinggi, diharapkan dampak bencana hidrometeorologi dapat diminimalkan," ujar Dr Hatma.
Edukasi dan Kesadaran Masyarakat: Fondasi Kesiapsiagaan
Edukasi dan kesadaran masyarakat tentang risiko bencana menjadi fondasi utama upaya kesiapsiagaan. Masyarakat perlu memahami bahwa pola iklim telah berubah dan kesiapan mental serta sikap adaptif sangat penting.
Pemerintah dan lembaga terkait perlu mengintensifkan program edukasi perubahan iklim, mulai dari sekolah hingga kelompok tani. Sosialisasi tentang jalur evakuasi, tempat pengungsian, dan perlengkapan darurat juga perlu dilakukan secara rutin.
Dr Hatma berpesan agar pemerintah memperkuat regulasi lingkungan, tata ruang, dan investasi infrastruktur hijau, karena tingkat edukasi masyarakat soal kesiapsiagaan bencana masih kurang.