Wisuda UI, Aspirasi Mahasiswa Terbentur Aturan Poster?

Perhelatan wisuda Universitas Indonesia (UI) yang berlangsung pada 11-13 September 2025 lalu, menyisakan cerita tak biasa. Sebuah aturan melarang wisudawan membawa poster atau spanduk, memicu perdebatan hangat di kalangan mahasiswa. Mereka merasa kebijakan ini membatasi kebebasan berekspresi di momen penting tersebut.
Mengapa Poster Dilarang?
Larangan membawa poster, spanduk, dan atribut sejenis, ternyata tercantum dalam tata tertib wisudawan UI semester genap tahun akademik 2024/2025, tepatnya pada poin ketujuh. Meskipun pihak universitas belum memberikan penjelasan detail, kuat dugaan aturan ini bertujuan menjaga ketertiban dan kesakralan acara.
Sejatinya, UI bukanlah satu-satunya kampus yang menerapkan aturan serupa. Beberapa universitas lain di Indonesia juga memiliki kebijakan yang mirip, meski dengan alasan yang mungkin berbeda. Ada yang berpendapat, larangan ini untuk mencegah gangguan selama acara, termasuk potensi demonstrasi atau penyampaian pesan yang dianggap tidak selaras dengan nilai-nilai universitas. Namun, pandangan ini tak sepenuhnya diterima mahasiswa.
Kekecewaan Mahasiswa atas Pembatasan Ekspresi
Aturan ini jelas mengecewakan sebagian mahasiswa UI. Wisuda, bagi mereka, seharusnya menjadi momen untuk mengekspresikan diri dan menyuarakan aspirasi, baik tentang isu kampus, nasional, maupun global.
Suara dari Balairung UI
Marsella Syahputri, wisudawan program studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. "Sayang banget sih kalau UI gak ngebolehin hal itu ada di wisuda," ujarnya usai acara wisuda di Balairung Kampus UI, Depok, Jawa Barat. Menurutnya, kampus seharusnya lebih toleran dan menghargai isu-isu global yang tengah menjadi perhatian. Ia melihat wisuda sebagai kesempatan emas untuk menyuarakan kepedulian terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.
Senada dengan Marsella, tiga wisudawan Fakultas Hukum, AW, PT, dan VT, juga menyuarakan pandangan serupa. PT berpendapat, selama tidak menimbulkan keributan, penggunaan poster atau spanduk seharusnya diperbolehkan sebagai wujud kebebasan berpendapat. "Mahasiswa adalah sosok yang berani menyuarakan pendapat rakyat," tegas VT, yang mengaku sedikit kecewa dengan aturan ini. AW menambahkan, momen wisuda UI seharusnya bisa menjadi sorotan untuk menyuarakan isu-isu global. "Karena kita mahasiswa harusnya bisa dan boleh bersuara dan momen krusial ini seharusnya bisa jadi spotlight UI sendiri," katanya.
Poster Sebagai Simbol Perjuangan
Uci, seorang mahasiswa S2 Fakultas Farmasi, mengungkapkan kebingungan, kesedihan, dan kekecewaannya atas pelarangan ini. "Wisuda menurut saya adalah momen paling tepat untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu lokal, nasional, maupun internasional," ujarnya. Ia menambahkan bahwa poster dan spanduk dapat menjadi simbol perjuangan dan pergerakan, seperti yang sering terlihat dalam peringatan-peringatan darurat. "Namun, saat ini membawa poster malah dilarang. Apa yang melandasi aturan tersebut sebenarnya?" tanyanya.
Menghormati Aturan yang Berlaku
Walaupun kecewa, mayoritas wisudawan akhirnya memilih untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Mereka sadar bahwa wisuda adalah acara formal dan sakral, dan menghormati tata tertib adalah bagian dari tanggung jawab sebagai anggota komunitas akademik.
Memahami Pertimbangan Kampus
Marsella berpendapat bahwa tata tertib tersebut mungkin hadir sebagai langkah antisipasi dari pihak kampus, "Terutama agar momen wisuda ini tetap berjalan sakral," katanya. Ia memahami bahwa universitas memiliki pertimbangan tersendiri dalam membuat kebijakan dan menghargai upaya kampus untuk menjaga ketertiban.
Rhomlah, wisudawan dari Fakultas Ilmu Keperawatan, juga sependapat. Ia yakin bahwa tata tertib ini pasti telah dipertimbangkan secara matang oleh pihak UI. "Sehingga, banyak mahasiswa yang memilih untuk mengikuti aturan yang ada," ujarnya.
Berkaca pada Kampus Lain
Rhomlah menyoroti fenomena wisudawan di kampus lain yang menjahit bendera Palestina di baju toga mereka. "Universitas lain itu membolehkan, bahkan ada yang sampe jahit bajunya dengan bendera Palestina menurut aku itu lebih bagus, karena kita lebih terbuka sama dunia luar, lebih mendukung aspirasi masyarakat yang apalagi dengan keadaan kita sekarang," jelasnya. Ia berharap agar UI dapat lebih mendukung aspirasi masyarakat, terutama dalam isu-isu global. "Harusnya UI bisa mendukung, harapannya begitu, tapi mungkin semuanya sudah dipertimbangkan. Jadi kita ikuti saja," pungkas Rhomlah.
Perdebatan seputar larangan poster dan spanduk ini menyoroti tarik ulur antara kebebasan berekspresi dan ketertiban di lingkungan kampus. Sementara mahasiswa merasa aspirasi mereka terhambat, pihak universitas tentu memiliki pertimbangan lain terkait keamanan, ketertiban, dan nama baik institusi. Ke depan, dialog yang lebih terbuka diharapkan dapat menjembatani perbedaan ini, sehingga universitas tetap menjadi wadah yang aman dan kondusif bagi mahasiswa untuk menyampaikan pendapat secara bertanggung jawab.