Hamas, Kesepakatan Damai? Belum Sekarang!
Kabar mengejutkan datang dari Gaza: Hamas menolak menandatangani secara resmi perjanjian damai yang ditengahi oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Seorang pejabat tinggi Hamas mengungkapkan penolakan ini, menimbulkan tanda tanya besar mengenai kelanjutan kesepakatan dan stabilitas kawasan tersebut.
Gagalnya Penandatanganan Perjanjian Damai Gaza?
Langkah Hamas ini dianggap sebagai kemunduran bagi upaya perdamaian yang diinisiasi Trump. Walaupun kesepakatan awal telah diumumkan, absennya Hamas dari acara penandatanganan resmi menimbulkan keraguan akan keseriusan mereka dalam menjalankan poin-poin perjanjian.
Mengapa Hamas Enggan Tanda Tangan?
Keputusan Hamas ini didasari oleh beberapa pertimbangan strategis dan politis. Kabarnya, kelompok tersebut merasa peran mereka dalam negosiasi gencatan senjata kurang dihargai, dan perjanjian yang ada dianggap tidak sepenuhnya mengakomodasi kepentingan mereka.
Penjelasan dari Hamas
Hossam Badran, anggota biro politik Hamas, menjelaskan bahwa selama perundingan gencatan senjata, kelompoknya lebih banyak berkoordinasi melalui mediator dari Qatar dan Mesir. "Mengenai penandatanganan resmi, kami tidak akan terlibat," tegas Badran dalam sebuah wawancara. Pernyataan ini mengisyaratkan adanya perasaan bahwa peran Hamas dalam proses negosiasi kurang diperhatikan.
Selain itu, Hamas juga khawatir perjanjian tersebut tidak memberikan jaminan yang cukup bagi kepentingan warga Palestina di Jalur Gaza. Mereka menuntut kepastian yang lebih kuat terkait pencabutan blokade, akses bantuan kemanusiaan, serta pembebasan tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel. Tanpa jaminan yang memadai, Hamas merasa sulit untuk memberikan dukungan penuh terhadap perjanjian damai tersebut.
Ancaman dari Hamas Jika Perjanjian Gagal
Badran juga melontarkan peringatan keras mengenai potensi konsekuensi jika perjanjian damai tersebut gagal terwujud. "Kami berharap tidak akan ada lagi perang, tetapi rakyat Palestina dan pasukan perlawanan kami pasti akan menghadapi dan menggunakan semua kemampuan mereka untuk menangkis agresi ini jika pertempuran dipaksakan," tegasnya.
Pernyataan ini menggarisbawahi kesiapan Hamas untuk kembali menggunakan kekerasan jika merasa kepentingan mereka terancam. Ancaman ini meningkatkan risiko eskalasi konflik di Jalur Gaza dan membayangi upaya perdamaian yang sedang berjalan.
Kunjungan Singkat Donald Trump ke Timur Tengah
Sebelumnya, Presiden Donald Trump dijadwalkan mengunjungi Israel dan Mesir setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Kunjungan ini bertujuan untuk menunjukkan dukungan Amerika Serikat terhadap proses perdamaian dan mendorong semua pihak untuk tetap berkomitmen pada perjanjian tersebut.
Agenda Kunjungan Trump
Selama kunjungannya ke Israel, Trump direncanakan berpidato di parlemen Israel, Knesset. Pidato ini diharapkan dapat menyampaikan pesan persatuan dan harapan bagi masa depan perdamaian di kawasan tersebut. Selain itu, Trump juga dijadwalkan menghadiri seremoni penandatanganan perjanjian gencatan senjata di Mesir.
Acara ini dianggap sebagai momen penting dalam upaya perdamaian, dan kehadiran Trump diharapkan dapat memberikan dorongan moral bagi kedua belah pihak. Namun, dengan penolakan Hamas untuk berpartisipasi, acara ini kehilangan sebagian besar momentumnya.
Pernyataan Trump
Trump sendiri telah mengonfirmasi kunjungannya ke Israel dan Mesir saat berbicara kepada wartawan di Gedung Putih pada Jumat, 10 Oktober 2025. "Saya akan pergi ke Israel. Saya akan berpidato di Knesset, saya rasa, lebih awal, dan kemudian saya akan pergi ke Mesir. Mereka luar biasa," kata Trump.
Trump juga menekankan betapa pentingnya perdamaian di kawasan tersebut dan menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan semua pihak terkait untuk mencapai tujuan tersebut.
Trump Kembali ke Washington DC
Setelah lawatannya ke Israel dan Mesir, Trump dijadwalkan kembali ke Washington DC pada Selasa malam, 14 Oktober 2025. Ia akan memberikan medali kebebasan anumerta kepada mendiang Charlie Kirk, seorang aktivis konservatif yang meninggal dunia bulan lalu. Istri mendiang Kirk, Erika, akan menerima penghargaan tersebut.
Meskipun kunjungannya ke Timur Tengah terbilang singkat, dampaknya sangat signifikan bagi masa depan perdamaian di kawasan tersebut. Mampukah Trump meyakinkan Hamas untuk terlibat dalam proses perdamaian? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat menentukan stabilitas jangka panjang di Jalur Gaza dan sekitarnya. Kegagalan dalam hal ini berpotensi membuka jalan bagi konflik dan kekerasan yang lebih meluas.