Kepala Sekolah Harus Lebih Kompeten, Apa Syarat Barunya?

Table of Contents
Kepala Sekolah Harus Lebih Kompeten, Apa Syarat Barunya?


Abdul Mu'ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), menyoroti adanya praktik politisasi dalam pengangkatan kepala sekolah. Ia menilai, selama ini aspek meritokrasi seringkali terabaikan, sehingga muncul rencana perubahan signifikan dalam proses penunjukan pemimpin sekolah di masa depan. Menurutnya, sistem yang ada perlu ditata ulang agar kepala sekolah yang terpilih benar-benar kompeten dan tidak terbebani kepentingan politik.

Syarat Baru Menuju Kursi Kepala Sekolah

Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam wawancara pada Kamis, 23 Oktober 2025, mengungkapkan rencana penataan bertahap dalam pengangkatan kepala sekolah. Meski kewenangan tetap di tangan pemerintah daerah, persyaratan akan diperketat demi menjamin kualitas. "Persyaratan ini penting agar pemerintah daerah hanya menunjuk kandidat yang benar-benar memenuhi kualifikasi," jelas Mu'ti, seperti dikutip Jumat, 24 Oktober 2025.

Salah satu syarat utama yang diusulkan adalah calon kepala sekolah negeri minimal berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) golongan IIIC. Selain itu, mereka wajib mengikuti pelatihan khusus dan mengantongi sertifikat calon kepala sekolah sebagai bukti kompetensi. Langkah ini bertujuan menyaring kandidat yang minim pengalaman dan kualifikasi.

Evaluasi Program Guru Penggerak

Perubahan lain yang tak kalah penting adalah evaluasi terhadap program Guru Penggerak, yang sebelumnya menjadi jalur utama pengangkatan kepala sekolah. Di era sebelumnya, program ini diandalkan untuk mencari pemimpin sekolah yang inovatif dan transformatif. Namun, Mu'ti menilai ada beberapa aspek yang perlu dikaji ulang.

Mengapa Guru Penggerak Tak Lagi Prioritas Utama?

Mu'ti menyoroti pengalaman mengajar sebagai salah satu alasan evaluasi program Guru Penggerak. Ia menjelaskan, beberapa lulusan program Guru Penggerak langsung diangkat menjadi kepala sekolah, padahal mungkin belum memiliki pengalaman mengajar yang cukup. "Kami ingin memastikan kepala sekolah memiliki fondasi yang kuat dalam praktik pendidikan sebelum memimpin sekolah," tegasnya. Pengalaman mengajar yang memadai dinilai krusial untuk memahami dinamika kelas dan membangun kredibilitas di mata guru serta siswa.

Sentralisasi Guru: Kunci Distribusi Merata?

Selain persoalan pengangkatan kepala sekolah, Kemendikdasmen juga menaruh perhatian pada manajemen guru secara umum. Selama ini, rekrutmen dan penugasan guru serta kepala sekolah dilakukan oleh pemerintah daerah. Sistem desentralisasi ini, menurut Mu'ti, seringkali menimbulkan kebijakan yang tidak selaras antara pusat dan daerah. Akibatnya, distribusi guru menjadi tidak merata, ada sekolah yang kekurangan, ada pula yang kelebihan.

Kondisi ini berimbas pada beban kerja guru. Guru yang kekurangan jam mengajar akan kesulitan memenuhi ketentuan minimal 24 jam per minggu untuk sertifikasi pendidik. "Akibatnya, mereka terhambat mendapatkan sertifikasi, yang mempengaruhi pengembangan karier dan kesejahteraan mereka," papar Mu'ti.

Untuk mengatasi masalah ini, Kemendikdasmen mengusulkan sentralisasi manajemen guru. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, ditegaskan bahwa rekrutmen hingga distribusi guru akan dikelola penuh oleh pemerintah pusat. "Rasio guru dan murid kita sebenarnya ideal, yaitu 1:15. Jadi, secara nasional, kita tidak kekurangan guru. Masalahnya ada pada distribusi yang tidak merata," jelas Mu'ti. Sentralisasi diharapkan dapat mempermudah redistribusi guru ke daerah yang membutuhkan.

Redistribusi Guru ASN, Termasuk ke Sekolah Swasta

Isu lain yang menjadi perhatian adalah pemindahan tugas guru yang lulus seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Sebelumnya, banyak guru yang mengajar di sekolah swasta ditarik ke sekolah negeri setelah lulus PPPK. Mu'ti menilai praktik ini kurang tepat karena mengurangi dukungan bagi sekolah swasta.

"Seharusnya, guru PPPK juga bisa bertugas di sekolah swasta. Ini adalah bentuk dukungan pemerintah kepada sekolah swasta yang selama ini berkontribusi besar dalam mencerdaskan bangsa," tuturnya.

Sebagai solusi, Kemendikdasmen menerbitkan Peraturan Mendikdasmen (Permendikdasmen) No 1 Tahun 2025 tentang Redistribusi Guru Aparatur Sipil Negara pada Satuan Pendidikan yang Diselenggarakan oleh Masyarakat. Aturan ini memungkinkan guru ASN, baik PNS maupun PPPK, untuk ditugaskan di satuan pendidikan swasta. Langkah ini diharapkan memberikan kepastian hukum dan meningkatkan kesejahteraan guru di sekolah swasta.

"Kami menyadari bahwa pemerintah tidak bisa mencapai banyak hal tanpa dukungan dari sekolah-sekolah swasta dan masyarakat. Redistribusi guru ASN ke sekolah swasta adalah wujud kemitraan yang saling menguntungkan," pungkas Mu'ti. Aturan baru ini diharapkan mendorong pemerataan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia, baik di sekolah negeri maupun swasta, serta meningkatkan daya saing sekolah swasta dan memberi kesempatan bagi guru ASN untuk berkontribusi lebih luas.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.