Kisah Pilu Gaza, Jeritan Hati Rakyat Palestina atas Penjajahan Israel
Perhatian dunia tertuju pada kisah pilu yang dialami warga Gaza di tengah konflik berkepanjangan. Jeritan hati mereka menggema, menuntut keadilan dan kemerdekaan. Mari kita telusuri lebih dalam akar masalah dan harapan yang tersisa.
Sejarah Konflik Israel-Palestina: Perebutan Tanah dan Pengakuan
Palestina: Tanah Strategis dengan Nilai Spiritual Tinggi
Konflik Israel-Palestina adalah perseteruan lama yang berakar pada klaim tumpang tindih atas wilayah yang sama. Area seluas sekitar 27.200 kilometer persegi ini menyimpan sejarah panjang dan makna religius mendalam bagi kedua bangsa. Lokasinya yang strategis, berada di persimpangan Asia, Afrika, dan Eropa, menjadikannya rebutan banyak kekuatan sepanjang masa.
Palestina bukan sekadar lokasi geografis. Bagi umat Muslim, Kristen, dan Yahudi, tanah ini memiliki nilai spiritual yang tak ternilai. Di jantungnya terletak Yerusalem, kota yang dihormati sebagai "Tanah Suci" oleh ketiga agama. Kompleksitas ini membuat penyelesaian konflik menjadi tantangan tersendiri, karena setiap pihak memiliki klaim historis dan religius yang kuat.
"Palestina bagi orang Palestina, sebagaimana Indonesia bagi orang Indonesia," ujar seorang tokoh Palestina dalam sebuah diskusi, menggambarkan esensi perjuangan kemerdekaan.
Perebutan wilayah ini telah berlangsung selama puluhan tahun, menyebabkan pengungsian massal warga Palestina dan siklus kekerasan yang seolah tak berujung. Sejak era Mandat Inggris, wilayah ini menjadi saksi bisu konflik berdarah dan upaya perdamaian yang selalu kandas. Inti masalah terletak pada pendudukan Israel atas wilayah Palestina dan aspirasi rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka.
Dukungan Internasional: Pedang Bermata Dua dalam Konflik
Dukungan kuat dari negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, menjadi faktor penting dalam keberlangsungan eksistensi Israel. Bantuan militer dan ekonomi yang berkelanjutan, serta dukungan diplomatik di forum internasional, memberikan keuntungan signifikan bagi Israel. Namun, kritik terhadap kebijakan Israel seringkali dihadapkan pada resistensi dari sekutu-sekutunya, yang menyebabkan kebuntuan dalam upaya mencapai solusi damai.
"Amerika menggunakan hak veto untuk menghentikan resolusi yang bertujuan menghentikan pembunuhan di Gaza," kata seorang pengamat politik, menyoroti dampak dukungan internasional terhadap kemampuan Israel untuk bertindak tanpa konsekuensi yang berarti.
Di sisi lain, banyak negara, termasuk Indonesia, telah mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Hingga September 2025, tercatat 153 negara anggota PBB telah memberikan pengakuan diplomatik kepada Palestina. Namun, pengakuan ini belum serta merta mengakhiri pendudukan Israel atau memulihkan hak-hak rakyat Palestina.
Dampak dukungan internasional terhadap Israel sangat terasa di lapangan. Pembangunan permukiman ilegal di wilayah pendudukan terus berlanjut, membatasi ruang gerak warga Palestina dan merusak prospek pembentukan negara merdeka. Blokade terhadap Gaza telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah, dengan akses terbatas terhadap makanan, air bersih, dan layanan kesehatan.
Jeritan dari Gaza: Kehidupan di Bawah Bayang-Bayang Konflik
Warga Gaza hidup dalam kondisi yang memprihatinkan akibat konflik berkepanjangan dan blokade oleh Israel. Serangan udara dan darat telah menghancurkan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit, sekolah, dan permukiman. Korban jiwa terus berjatuhan, terutama di kalangan warga sipil.
"Pembunuhan itu masih terjadi sampai sekarang, mungkin sekarang lima orang terbunuh atau sepuluh atau lebih dan ini seperti lingkaran dan tidak ada yang peduli," keluh seorang warga Gaza dalam sebuah wawancara.
Blokade Israel membatasi pergerakan orang dan barang, menyebabkan kekurangan kebutuhan pokok dan memperburuk kondisi ekonomi. Pengangguran merajalela, dan banyak keluarga berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Krisis kemanusiaan di Gaza menjadi sorotan dunia, dengan berbagai organisasi internasional menyerukan pencabutan blokade dan pengiriman bantuan kemanusiaan.
Meski menghadapi kesulitan yang luar biasa, warga Gaza tetap tabah dan terus berjuang mempertahankan harapan. Mereka menuntut diakhirinya pendudukan Israel, penghormatan terhadap hak-hak mereka, dan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Harapan di Tengah Nestapa: Keadilan, Bukan Penghancuran
Rakyat Palestina tidak menghendaki penghancuran Israel. Mereka hanya menginginkan keadilan, kesetaraan, dan pengakuan atas hak-hak mereka. Mereka percaya bahwa perdamaian hanya dapat dicapai melalui dialog dan negosiasi yang jujur, berdasarkan hukum internasional dan resolusi PBB.
"Kami tidak merekomendasikan untuk menghancurkan Israel. Kami hanya terus berjuang untuk menghentikan pembunuhan bagi rakyat Gaza," tegas seorang tokoh masyarakat Palestina.
Harapan rakyat Palestina terletak pada terwujudnya solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai dalam perbatasan yang aman dan diakui secara internasional. Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat harus memiliki akses penuh ke sumber daya alamnya, serta hak untuk mengontrol perbatasan dan ekonominya sendiri.
Selain itu, penting untuk mengatasi isu pengungsi Palestina, yang telah diusir dari tanah air mereka sejak tahun 1948. Solusi yang adil dan berkelanjutan harus dicapai, berdasarkan hak untuk kembali atau kompensasi yang adil.
Masa depan Palestina bergantung pada kemauan politik dari semua pihak untuk mengakhiri konflik dan mencapai perdamaian yang abadi. Dukungan internasional yang berkelanjutan, serta tekanan pada Israel untuk mengakhiri pendudukan dan menghormati hak-hak rakyat Palestina, sangat penting untuk mewujudkan harapan tersebut. Tanpa keadilan dan kesetaraan, perdamaian yang sejati akan sulit dicapai. Pada Festival Pengabdian Masyarakat 1 Oktober 2025 di Universitas Indonesia, Depok, Duta Besar Palestina untuk RI, HE Dr. Zuhair Al-Shun, menyampaikan terima kasih atas dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina.