School Kitchen untuk MBG, Ide Bagus atau Beban Baru? Kata Mereka...

Table of Contents
School Kitchen untuk MBG, Ide Bagus atau Beban Baru? Kata Mereka...


Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menjadi sorotan, kali ini terkait usulan skema school kitchen atau dapur sekolah. Apakah ini solusi jitu atau justru menambah beban baru? Badan Gizi Nasional (BGN) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memberikan tanggapan beragam.

Tanggapan Badan Gizi Nasional (BGN)

Buka Diri terhadap Usulan School Kitchen

Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, menyatakan BGN terbuka terhadap usulan Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengenai school kitchen. Menurutnya, model ini bisa dipertimbangkan, terutama di daerah dengan infrastruktur dan sumber daya yang memadai.

"Kami terbuka untuk semua opsi demi efektivitas program MBG," kata Nanik dalam diskusi publik di Jakarta, belum lama ini. "Jika sekolah mampu mengelola school kitchen dengan baik, tentu akan kami pertimbangkan. Fleksibilitas adalah kunci."

Keterbukaan BGN menunjukkan upaya mencari solusi terbaik untuk MBG. Namun, pengalaman kegagalan serupa di masa lalu menjadi catatan penting.

Belajar dari Kegagalan School Kitchen di Masa Lalu

Nanik menyinggung pengalaman pahit implementasi school kitchen di Bogor dan Lampung. Masalah internal, seperti konflik antar pengelola kantin, berdampak buruk pada kualitas makanan dan bahkan menyebabkan kasus keracunan.

"Pengalaman di Bogor dan Lampung jadi pelajaran berharga," jelas Nanik. "Kami harus memastikan perencanaan matang dan pengelolaan profesional agar kesalahan serupa tak terulang."

Kegagalan sebelumnya mengingatkan bahwa school kitchen bukan tanpa risiko. BGN menekankan pentingnya perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan ketat untuk menjamin kualitas dan keamanan makanan.

Opsi Lain: Mitra Mandiri dan Dukungan Pemda

Selain school kitchen, BGN menawarkan model lain: mitra mandiri dan dukungan pemerintah daerah. Mitra mandiri melibatkan pihak swasta yang membangun dan mengelola dapur secara independen. Di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T), pemerintah daerah atau desa bisa membangun dapur yang kemudian disewa oleh BGN.

"Model mitra mandiri memberi fleksibilitas bagi swasta untuk berpartisipasi," terang Nanik. "Di wilayah 3T, dukungan pemda penting untuk ketersediaan infrastruktur dan sumber daya."

Diversifikasi model ini menunjukkan upaya BGN menyesuaikan implementasi program dengan kondisi daerah, serta memberi ruang bagi berbagai pihak untuk berkontribusi.

Koordinasi Intensif dengan Kemendikdasmen

Nanik menegaskan bahwa Kemendikdasmen adalah bagian integral dari tim koordinasi BGN dalam program MBG. Ia memastikan komunikasi dan koordinasi intensif antara kedua lembaga.

"Kami terus berkoordinasi dengan Kemendikdasmen membahas berbagai aspek, termasuk usulan school kitchen," ujar Nanik. "Koordinasi yang baik adalah kunci keberhasilan program ini."

Koordinasi erat antara BGN dan Kemendikdasmen krusial untuk mengatasi tantangan implementasi MBG. Komunikasi efektif dan kerja sama solid diharapkan dapat mencapai target program.

Usulan Mendikdasmen tentang School Kitchen

Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengusulkan perubahan skema dapur MBG, mengganti Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan school kitchen. Usulan ini didasarkan pada keyakinan bahwa school kitchen memberikan kontrol lebih baik terhadap kualitas dan keamanan makanan.

"Dengan school kitchen, sekolah punya kendali penuh atas pengadaan, pengolahan, dan penyajian makanan," jelas Abdul Mu'ti dalam kesempatan terpisah. "Hal ini meminimalkan risiko penyimpangan dan memastikan anak-anak mendapatkan makanan bergizi dan aman."

Usulan Mendikdasmen ini telah disampaikan kepada Kepala BGN, Dadan Hindayana. Detail implementasi school kitchen masih dibahas dan difinalisasi.

Namun, usulan ini menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan sekolah mengelola dapur, termasuk anggaran, SDM, dan infrastruktur. Mampukah semua sekolah di Indonesia mengimplementasikan school kitchen secara efektif?

Jika setiap sekolah harus membangun dan mengelola dapur sendiri, biaya operasional program MBG bisa melonjak signifikan, menjadi beban tambahan bagi anggaran negara.

Menurut data Kementerian Keuangan, anggaran pendidikan tahun 2024 mencapai Rp 660,8 triliun. Jika sebagian besar dialihkan untuk school kitchen, akan ada potensi pengurangan anggaran untuk program pendidikan lainnya.

Program Makan Bergizi Gratis adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi sehat dan cerdas. Namun, implementasi program ini harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati, mempertimbangkan anggaran, sumber daya, dan infrastruktur. Apakah school kitchen adalah solusi tepat, atau justru menambah beban baru? Jawabannya masih diperdebatkan dan memerlukan kajian lebih mendalam. Implementasi yang transparan dan akuntabel adalah kunci keberhasilan program MBG.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.